Rabu, 25 Maret 2015

etika pelayanan kebidanan



ETIKA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Pengertian
                Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti kebiasaan-kebiasaan  atau tingkah laku manusia. Etika  merupakan studi tentang nilai-nilai, tentang bagaimana kita sebaiknya berperilaku berdasarkan pertimbangan baik buruk ,merupakan salah satu bentuk filsafat.
                Etika dan hukum mempunyai kaitan yang erat dan saling melengkapi dalam arti saling menunjang tercapainya tujuan masing-masing. Etika dikatakan sebagai nilai-nilai perilaku sehingga memerlukan tuntunan jika terjadi pelanggaran, sedangkan hukum merupakan nilai-nilai masyarakat sehingga dapat menimbulkan tuntutan jika terjadi pelanggaran.

Prinsip-prinsip etika
Prinsip-prinsip utama sebagai petunjuk untuk tindakan profesional dan untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan adalah otonomi, beneficence yang berarti berbuat baik dan nonmalefience yang berarti tidak merugikan serta adil.
a)      Otonomi
Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos (self atau diri sendiri) dan nomos (rule/governance atau aturan.) yang berarti self rule. Dalam praktek kedokteran otonomi  mengandung arti mengatur  diri sendiri yaitu bebas dari kontrol oleh pihak lain dan dari perbatasan pribadi. Menghormati otonomi pasien berarti mengakui hak individu. Otonomi memberikan dasar moral yang kuat bagi informed consent. Prinsip otonomi ini tak dapat dianggap absolut dan pada suatu saat mungkin terjadi konflik dengan prinsip lain atau pertimbangan moral lain.
Sebagai contoh prinsip ini adalah seorang ibu yang meminta melakukan seksio sesarea (SC). Permintaan SC adalah hak pasien, tetapi dokter harus mendiskusikannya mengenai alasan khusus, resiko dan manfaatnya. Jika pasien takut melahirkan,dokter perlu melakukan konseling.
b)      Beneficence dan nonmalefience
Benefience berarti berbuat baik. Ini adalah prinsip yang mengharuskan tenaga kesehatan bertindak dengan cara menguntungkan pasien. Nonmalefience berarti tidak merugikan atau menyebabkan luka dan dikenal dengan maximum primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat baik atau menguntungkan bagi pasien, paling tidak kita tidak merugikannya. Kedua prinsip ini ada bersama pada hampir setiap keputusan  pengobatan pasien, sebagai resiko dan manfaat.
Beneficence, suatu keharusan untuk meningkatkan kesehatan pasien mungkin terjadi konflik dengan otonomi. Sebagai contoh seorang pasien igin melahirkan janin dengan kelainan kongenital yang fatal dengan seksio sesarea karena dia yakin dengan prosedur ini akan meningkatkan kesempatan bayinya untuk survive. Pada situasi demikian kesulitan dokter adalah mempertimbangkan keadaan spiritual, psikis dan psikologis pasien.
c)  Justice (keadilan)
Justice adalah prinsip yang paling belakangan diterima. Ini adalah prinsip etik yang paling kompleks, karena tidak hanya kewajiban dokter untuk memberikan yang terbaik, tetapi juga peran dokter dalam mengalokasikan sumber daya medik yang terbatas. Prinsip ini memperlakukan orang-orang dalam situasi yang sama dengan penekanan kebutuhan, bukannya kekeyaan dan kedudukan sosial. penentuan kriteria di mana pertimbangan adalah berdasarkan suatu keputusan moral dan sangat kompleks menyebabkan kontroversi etik.


Aspek Etik pada Beberapa Masalah Kebidanan
v  Pengendalian Kesuburan
Program-program dalam upaya pengendalian fertilitas( program  Keluarga Berencana) telah dikembangkan demi kepentingan umat manusia. Meskipun demikian tidak ada satupun metode KB yang hingga saat ini dapat memenuhi keamanan yang ideal,efektif,reversibel,mudah, dan dapat diterima agama.
Pelaksanaan kontrasepsi mantap(kontap) pada perempuan harus melalui proses konseling yang hati-hati, sehingga merupakan keputusan melalui pilihan yang matang yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, etik dan agama dari pasangan yang bersangkutan. Kontap merupakan prosedur bedah dengan tujuan penghentian kesuburan (KB permanen walaupun masih ada teknik rekanalisasi) dan memiliki konsekuensi yang jauh. Kontap umumnya bukan atas indikasi medik. Oleh karena itu, dampak kontap tidak hanya pada individu melainkan pada pasangan suami istri dan mungkin juga pada keluarga besar kedua bela pihak, sehingga perlu konseling yang hati-hati. Informed consent harus ditandatangani oleh suami istri. Para medis harus benar-benar dalam pengambilan keputusan ini.
v  Masalah Aborsi
Dokter hendaknya menyikapi dengan arif agar tidak terjebak dalam pertentangan tajam antara aliran Pro-Life yang secara ekstrim menolak aborsi dan aliran Pro-Choice yang menghormati hak perempuan untuk secara bebas menentukan apakah akan meneruskan atau menghentikan kehamilannya dengan cara aborsi.
v  Teknologi Reproduksi Berbantu
Yang dimaksud dengan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) ialah penanganan terhadap gamet (sel telur,spermatozoa) atau embrio sebagai upaya untuk memperoleh kehamilan dari pasangan suami istri, apabila cara-cara alami atau teknik kedokteran konvensional tidak memperoleh hasil. Penyalengaraan TRB harus berpegang pada prinsip benefience, nonmalefience, autonomy, dan justice. Sebelum menjalani TRB pasangan suami istri berhak mendapatkan informed consed yang memadai tentang pilihan teknik , kemungkinan kegagalan, kemungkinan terjadinya kehamilan ganda serta kondisi lingkungan, kultur sosial dan moral/agama yang akan mempengaruhi teknik yang akan dijalankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar